Spoiler for Bukti no ripos:
![[imagetag]](http://kkcdn-static.kaskus.co.id/images/2012/11/28/418151_20121128073743.jpg)
Spoiler for Sejarah nama daerah SARINAH:
SARINAH
![[imagetag]](http://rosodaras.files.wordpress.com/2009/07/cinta-bung-karno.jpg?w=470&h=669)
Ilustrasi di atas bukan perempuan bernama Sarinah yang sedang mendekap foto besar Bung Karno. Tapi, tulisan ini sungguh tentang Sarinah dan cinta sesama. Keduanya, mengalir dalam darah Sukarno. Ya, Sarinah memiliki arti penting bagi hidup Sukarno. Sebab, Sarinah-lah yang mengajarkan Sukarno untuk cinta kepada rakyat, sehingga rakyat pun akan mencintainya, seperti salah satu perempuan dalam foto ilustrasi di atas.
Sarinah adalah sosok perempuan paruh baya yang mengisi hidup Sukarno kecil. Ia menjadi bagian dari keluarga Sukarno. Ia tidak kimpoi. Ia tinggal, makan, dan bekerja di rumah keluarga Bung Karno. Sekalipun begitu, Sarinah tidak membayar, tidak pula mendapatkan upah.
Sarinah adalah perempuan desa yang mengajari Sukarno mengenal cinta-kasih. Sarinah mengajari Sukarno untuk mencintai rakyat. Massa rakyat, rakyat jelata. Ajaran-ajaran itu bergulir setiap pagi, bersamaan Sarinah memasak di gubuk kecil yang berfungsi sebagai dapur, di dekat rumah. Sukarno selalu duduk di samping Sarinah. Pada saat-saat seperti itulah Sarinah berpidato, â??Karno, pertama engkau harus mencintai ibumu. Kemudian, kamu harus mencintai rakyat jelata. Engkau harus mencintai manusia umumnya.â??
Pidato itu yang dicekokkan Sarinah setiap pagi. Pidato Sarinah itulah yang mengisi otak dan hati Sukarno, sebelum sesuap makanan pun mengisi perutnya. Dalam biografi yang ditulis Cindy Adams, Bung Karno hanya menyebutkan, bahwa saat masih kecil, ia sering tidur seranjang dengan Sarinah. â??(Namun) ketika aku sudah mulai besar, Sarinah sudah tidak ada lagi.â?? (roso daras)
![[imagetag]](http://rosodaras.files.wordpress.com/2009/07/cinta-bung-karno.jpg?w=470&h=669)
Ilustrasi di atas bukan perempuan bernama Sarinah yang sedang mendekap foto besar Bung Karno. Tapi, tulisan ini sungguh tentang Sarinah dan cinta sesama. Keduanya, mengalir dalam darah Sukarno. Ya, Sarinah memiliki arti penting bagi hidup Sukarno. Sebab, Sarinah-lah yang mengajarkan Sukarno untuk cinta kepada rakyat, sehingga rakyat pun akan mencintainya, seperti salah satu perempuan dalam foto ilustrasi di atas.
Sarinah adalah sosok perempuan paruh baya yang mengisi hidup Sukarno kecil. Ia menjadi bagian dari keluarga Sukarno. Ia tidak kimpoi. Ia tinggal, makan, dan bekerja di rumah keluarga Bung Karno. Sekalipun begitu, Sarinah tidak membayar, tidak pula mendapatkan upah.
Sarinah adalah perempuan desa yang mengajari Sukarno mengenal cinta-kasih. Sarinah mengajari Sukarno untuk mencintai rakyat. Massa rakyat, rakyat jelata. Ajaran-ajaran itu bergulir setiap pagi, bersamaan Sarinah memasak di gubuk kecil yang berfungsi sebagai dapur, di dekat rumah. Sukarno selalu duduk di samping Sarinah. Pada saat-saat seperti itulah Sarinah berpidato, â??Karno, pertama engkau harus mencintai ibumu. Kemudian, kamu harus mencintai rakyat jelata. Engkau harus mencintai manusia umumnya.â??
Pidato itu yang dicekokkan Sarinah setiap pagi. Pidato Sarinah itulah yang mengisi otak dan hati Sukarno, sebelum sesuap makanan pun mengisi perutnya. Dalam biografi yang ditulis Cindy Adams, Bung Karno hanya menyebutkan, bahwa saat masih kecil, ia sering tidur seranjang dengan Sarinah. â??(Namun) ketika aku sudah mulai besar, Sarinah sudah tidak ada lagi.â?? (roso daras)
Spoiler for Sejarah nama SEMANGGI:
SEMANGGI
![[imagetag]](http://rosodaras.files.wordpress.com/2009/07/semanggi.jpg?w=470&h=406)
![[imagetag]](http://rosodaras.files.wordpress.com/2009/07/marsilea_mutica-semanggi.jpg?w=300&h=225)
Stigma buruk terhadap kebijakan pejabat, tidak hanya di era sekarang, tapi sudah ada sejak zaman dulu. Bung Karno tak luput dari cercaan sebagian masyarakat yang tidak setuju dengan beberapa gagasan pembangunan sarana fisik. Pembangunan Tugu Monas, Hotel Indonesia, Sarinah, Semanggi, Stadion Senayan, Gedung Conefo (sekarang gedung DPR-MPR RI), dll, dianggap sebagai poyek mercu suar. Proyek yang menghambur-hamburkan uang negara.
Bukan Bung Karno kalau tidak berani menerjang badai. Ia â??sebagai pemimpinâ?? tak takut menabrak risiko. Sebagai Presiden, ia buka dada untuk semua suara protes. Tentu saja, semua kebijakan dan keputusan Bung Karno, saat ini kita cerna sebagai sebuah sejarah. Satu sejarah yang berikut adalah ihwal Jembatan Semanggi.
Pembangunan jembatan Semanggi merupakan satu paket dengan pembangunan fasilitas lain menyambut perhelatan Asian Games tahun 1962. Beberapa banguna lain yang dibangun serentak antara lain Gelora Senayan (sekarang bernama Gelora Bung Karno), Hotel Indonesia, dan lain sebagainya. Jembatan itu sendiri dimulai pembangunannya tahun 1961.
Ketika Presiden Sukarno telah mantap dengan idenya untuk membangun sebuah stadion olahraga megah di kawasan Senayan, Ir Sutami, yang ketika itu menjabat Menteri Pekerjaan Umum (PU), dalam sebuah rapat kabinet mengusulkan membangun jembatan guna mengatasi kemungkinan munculanya persoalan kemacetan lalu lintas.
Semanggi dipilih sebagai nama jembatan tersebut.
Semanggi sesungguhnya nama lokal (Jawa) tumbuhan marsilea mutica yang bisa dijadikan lalapan. Setiap tangkai daun semanggi terdiri atas empat helai daun berbentuk lonjong yang panjangnya mencapai dua cm dan lebar 1 cm.
Dalam satu kesempatan, Bung Karno sendiri pernah mengemukakan filosofi daun semanggi. Filosofi yang dimaksud adalah simbol persatuan, dalam bahasa Jawa ia menyebut â??suhâ?? atau pengikat sapu lidi. Tanpa â??suhâ?? sebatang lidi akan mudah patah. Sebaliknya, gabungan lidi-lidi yang diikat dengan â??suhâ?? menjadi kokoh dan bermanfaat menjadi alat pembersih.
Bung Karno sendiri, sejak perjuangan hingga menjadi pemimpin negeri, kepeduliannya sangat tinggi terhadap persatuan bangsa. Baginya, persatuan bangsa adalah sebuah harga mati.
Begitulah Bung Karno memfilosofikan jembatan semanggi yang berkonsep perempatan tanpa traffic light. Kini, Jembatan Semanggi telah menjadi sejarah, sekaligus saksi sejarah bagi banyak peristiwa penting negeri ini. (roso daras)
![[imagetag]](http://rosodaras.files.wordpress.com/2009/07/semanggi.jpg?w=470&h=406)
![[imagetag]](http://rosodaras.files.wordpress.com/2009/07/marsilea_mutica-semanggi.jpg?w=300&h=225)
Stigma buruk terhadap kebijakan pejabat, tidak hanya di era sekarang, tapi sudah ada sejak zaman dulu. Bung Karno tak luput dari cercaan sebagian masyarakat yang tidak setuju dengan beberapa gagasan pembangunan sarana fisik. Pembangunan Tugu Monas, Hotel Indonesia, Sarinah, Semanggi, Stadion Senayan, Gedung Conefo (sekarang gedung DPR-MPR RI), dll, dianggap sebagai poyek mercu suar. Proyek yang menghambur-hamburkan uang negara.
Bukan Bung Karno kalau tidak berani menerjang badai. Ia â??sebagai pemimpinâ?? tak takut menabrak risiko. Sebagai Presiden, ia buka dada untuk semua suara protes. Tentu saja, semua kebijakan dan keputusan Bung Karno, saat ini kita cerna sebagai sebuah sejarah. Satu sejarah yang berikut adalah ihwal Jembatan Semanggi.
Pembangunan jembatan Semanggi merupakan satu paket dengan pembangunan fasilitas lain menyambut perhelatan Asian Games tahun 1962. Beberapa banguna lain yang dibangun serentak antara lain Gelora Senayan (sekarang bernama Gelora Bung Karno), Hotel Indonesia, dan lain sebagainya. Jembatan itu sendiri dimulai pembangunannya tahun 1961.
Ketika Presiden Sukarno telah mantap dengan idenya untuk membangun sebuah stadion olahraga megah di kawasan Senayan, Ir Sutami, yang ketika itu menjabat Menteri Pekerjaan Umum (PU), dalam sebuah rapat kabinet mengusulkan membangun jembatan guna mengatasi kemungkinan munculanya persoalan kemacetan lalu lintas.
Semanggi dipilih sebagai nama jembatan tersebut.
Semanggi sesungguhnya nama lokal (Jawa) tumbuhan marsilea mutica yang bisa dijadikan lalapan. Setiap tangkai daun semanggi terdiri atas empat helai daun berbentuk lonjong yang panjangnya mencapai dua cm dan lebar 1 cm.
Dalam satu kesempatan, Bung Karno sendiri pernah mengemukakan filosofi daun semanggi. Filosofi yang dimaksud adalah simbol persatuan, dalam bahasa Jawa ia menyebut â??suhâ?? atau pengikat sapu lidi. Tanpa â??suhâ?? sebatang lidi akan mudah patah. Sebaliknya, gabungan lidi-lidi yang diikat dengan â??suhâ?? menjadi kokoh dan bermanfaat menjadi alat pembersih.
Bung Karno sendiri, sejak perjuangan hingga menjadi pemimpin negeri, kepeduliannya sangat tinggi terhadap persatuan bangsa. Baginya, persatuan bangsa adalah sebuah harga mati.
Begitulah Bung Karno memfilosofikan jembatan semanggi yang berkonsep perempatan tanpa traffic light. Kini, Jembatan Semanggi telah menjadi sejarah, sekaligus saksi sejarah bagi banyak peristiwa penting negeri ini. (roso daras)
SUMBER
Dahulu Bung Karno dihujat sewaktu ingin membangun semanggi, monas dan gedung DPR / MPR tetapi sekarang kita tahu mengapa Bung Karno ingin membangun bangunan tersebut yaitu agar Indonesia lebih dipandang oleh negara lain dan agar kedepannya bangsa Indonesia mengingat sejarah tumpah darah pahlawan yang telah gugur mempertahankan NKRI
BERSATULAH INDONESIAKU!